Pura Ranu Pane

    Tak banyak yang mengetahui keberadaan dari Pura ini dikarenakan untuk mencapainya diperlukan waktu kurang lebih 2 jam menelusuri areal perbukitan (lereng Tengger). Pura ini terletak di daerah Senduro, Lumajang - Jawa Timur. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo di utara, Kabupaten Jember di timur, Samudra Hindia di Selatan dan Kota Malang di barat.

    Pada umumnya orang bersembahyang di Pura Giri Mandara Semeru Agung yang terletak tak jauh dari Pura ini, hanya saja untuk mencari Pura Ranu Pane kita harus memasuki kawasan perbukitan lereng Gunung Tengger. Pura yang tak begitu besar ini mempunyai 3 bangunan terdiri dari 1 Padma, 1 Gedong dan 1 pelinggih kecil. Udara disini sangat dingin berkisar antara 15 derajat celcius disiang hari dan 10 derajat celcius dimalam hari. Jadi sangat disarankan bagi teman - teman yang ingin melakukan perjalanan kemari agar tidak lupa membawa baju hangat, selop tangan dan penutup kepala.

 

   Pura Ranu Pane dikelilingi oleh bukit yang indah dan sebuah danau  berada tepat di belakang Pura ini. Ini adalah kali ke 4 saya mengunjungi Pura ini, dan kali ini kami berencana mekemit di Pura. Memasuki pukul 6 sore, suhu di daerah ini menurun drastis, diiringi gerimis hujan menambah dingin suasana malam ini. Kami melakukan persembahyangan bersama pukul 8 malam dan hanya mampu bertahan di areal pura selama 2 jam. Dinginnya sampai menusuk tulang, bahkan baju hangat dan sleeping bag pun tak mempan menahan dinginnya saat itu. Akhirnya pak Mangku Kariono (Mangku lingsir Pura Ranu Pane) mengajak kami untuk bermalam di pondoknya seraya menghangatkan diri dengan kayu bakar di tengah rumah beliau.

    Ditengah kesederhanaan kami menemukan kehangatan dan sambutan yang luar biasa dari pak Mangku, kentang rebus, kopi hangat dan mie kuah menemani malam kami mendengarkan penuturan beliau tentang sejarah pura ini. Pura Ranu Pane didirikan sekitar tahun 90an dimana tanpa sengaja Mangku Kariono yang dulunya masih beragama Islam Kejawen membawa pulang 3 buah batu alam yang dibawa dari Puncak Gunung Semeru. Diceritakan pada malam rabu (yang ternyata bertepatan dengan penampahan Galungan di Bali), Mangku Kariono mendaki Gunung Semeru bersama anak tertuanya. Dikarenakan dia mendengar suara harimau mengaum, beliau dan anaknya pun tidak berani menuruni Gunung Semeru dan memutuskan untuk bermalam disana. Bertepatan pada hari rabu pagi (hari raya Galungan di Bali), beliau terbangun karena mendengarkan alunan tri sandya di Puncak Gunung Semeru. Beliau berpikir "dimanakah ada orang selain kami berdua di puncak ini?" setelah ditelusuri suara tersebut pun perlahan meredup dan menghilang. Semenjak itu Beliau terus dihantui rasa penasaran tentang asal usul dirinya. Siapakah saya? apakah kepercayaan saya? hal itu terus menghantui beliau hingga pada akhirnya beliau dipertemukan dengan pak Sarjo yang tak lain adalah Mangku Lingsir Pura Manda Giri Semeru Agung yang telah wafat beberapa tahun lalu. Dari sana Mangku Kariono menemukan asal usul leluhurnya yang masih merupakan keturungan asli Tengger dan memeluk agama Hindu. Dengan semangat pantang menyerah akhirnya beliaupun berhasil mendirikan Pura Ranu Pane yang dbantu juga oleh keluarga dari Puri Ubud Bali sehingga di Ranu Pane sekarang sudah ada 99KK lebih yang memeluk agama Hindu dan menyungsung Pura Ranu Pane yang dipercaya disana sebagai Pura Tua peninggalan Hindu di Senduro Selain Pura Mandara Giri Semeru Agung.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pura Dasar Dalem Lempuyang

Pura Dalem Balingkang